Kerja paksa merupakan cara umum untuk mengeskploitasi korban perdagangan orang. Hal ini terjadi ketika kekerasan atau intimidasi digunakan untuk membuat seseorang bekerja tanpa pesertujuan atau keinginan mereka.
Diperkirakan bahwa perdagangan orang untuk kerja paksa menghasilkan keuntungan ilegal sebesar US$51,8 milyar per tahun di Asia.
Jeratan utang, praktik memaksa seorang melunasi pinjaman uang dengan bekerja untuk sedikit atau tanpa digaji adalah cara melakukan intimidasi di situasi kerja paksa. Periode kerja dapat disetujui atau waktu tidak jelas.
Korban perdagangan orang untuk pekerja paksa di Asia Pasifik sering tinggal di perumahan yang tidak layak, tidak dibayar secara penuh dan tidak memegang kartu identitas serta dokumen perjalanan, hal ini dilakukan untuk mencegah mereka melarikan diri.
Korban perdagangan orang untuk kerja paksa sering ditampung di tempat yang dikelola oleh pelaku. Tempat tersebut kurang memiliki sanitasi yang layak dan jauh dari pusat-pusat kota, menyebabkan para pekerja terisolasi.
Karena tekanan ekonomi atau masalah sosial dalam mencari pekerjaan, orang-orang seperti migran, etnis minoritas atau kelompok sosial marjinal menyetujui tawaran pekerjaan dari perekrut yang ternyata adalah pelaku perdagangan orang.
Korban perdagangan orang pada umumnya mengalami perpindahan kontrak, yang mana kontrak yang mereka tandatangani awalnya diganti dengan kontrak yang berbeda ketika mereka tiba di tempat kerja.
Korban perdagangan orang menghadapi risiko kesehatan fisik, seperti dipaksa bekerja di pabrik tanpa perlindungan yang layak, dan terpapar bahan kimia beracun, yang dapat menyebabkan penyakit permanen pada mata, paru-paru atau kulit, dan berpotensi menyebabkan kanker.
Korban perdagangan orang di bidang konstruksi sering tidak mempunyai alat pelindung memadai yang dapat mencegah dari cedera dan tidak memiliki pengaruh dalam mengungkapkan keluhan tentang lingkungan kerja yang tidak aman.
